1. Pengertian sanad
Secara etimologi sanad adalah السَّنَدُ ما ارتَفَعَ من الأَرض في قُبُل الجبل أَو الوادي, bagian bumi atau jurang yang menonjol. Bentuk jamaknya adalah أَسْنادٌ. Atau juga bisa dikatakan dengan al-mu’tamad, sesuatu yang dipegangi dengan kuat.
Sedangkan pengertian sanad secara terminologi menurut Mahmut Thohan adalah
سلسلسة الرجال الموصلة للمتن
Silsilah orang-orang yang menghubungkan kepada matan hadits. Yang dimaksud dengan silsilah orang-orang adalah rentetan rowi mulai yang pertama sampai yang terakhir bersambung kepada Rasul s.a.w. Jadi pengertian sanad ini adalah dilihat dari
rentetan penyampai hadits secara keseluruhan, bukan secara parsial satu-persatunya mereka. Karena jika titik pandangnya adalah satu persatunya dari jumlah mereka, maka silsilah orang-orang tersebut disebut dengan rawi bukan sanad lagi.
rentetan penyampai hadits secara keseluruhan, bukan secara parsial satu-persatunya mereka. Karena jika titik pandangnya adalah satu persatunya dari jumlah mereka, maka silsilah orang-orang tersebut disebut dengan rawi bukan sanad lagi.
Sedangkan menurut M. Agus Sholahuddin mengutip pendapat Ajaj Al-Khotib, sanad adalah,
طريقة المتن او سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن مصدره الاول
Jalan matan hadits atau silsilah rawi yang mentransformasikan redaksi hadits dari sumbernya yang pertama (Rasul saw).
Dengan demikian, maka komposisi sanad hadits adalah seluruh pentransformer yang berada dalam jalur silsilah hadits, mulai mukhorrij yang mencatat hadits dalam buku haditsnya sampai Rasul saw. Contohnya adalah hadits
ثنا مُسَدد ثنا أبو عوانة عن داود بن عبد الله عن حميد الحميري قال : لقيت رجلا صحب النبي صلى الله عليه و سلم أربع سنين كما صحبه أبو هريرة قال " نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن تغتسل المرأة بفضل الرجل أو يغتسل الرجل بفضل المرأة " زاد مسدد " وليغترفا جميعا "
Artinya: (Berkata Abu Dawud): Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami, Abu ‘Awanah dari dawud bin Abdillah dari Humaid Al-Himyari, ia berkata: “Aku pernah berjumpaseorang pria yang pernah bersahabat dengan Nabi saw. empat tahun lamanya, sebagaimana Abu Hurairah pernah bersahabat dengannnya, ia berkata Rasululllah saw. melarang perempuan mandi bekas air mandi laki-laki, atau laki-laki mandi bekas air mandi perempuan, tetapi hendaklah kedua-duanya mencedok air bersama-sama (dari tempat mandi). (H.R. Abu Dawud)
Dalam hadits tersebut yang dinamakan sanad adalah
ثنا مُسَدد ثنا أبو عوانة عن داود بن عبد الله عن حميد الحميري قال : لقيت رجلا صحب النبي صلى الله عليه و سلم أربع سنين كما صحبه أبو هريرة قال " نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami, Abu ‘Awanah dari Dawud bin Abdillah dari Humaid Al-Himyari, ia berkata: “Aku pernah berjumpa seorang pria yang pernah bersahabat dengan Nabi saw. empat tahun lamanya, sebagaimana Abu Hurairah pernah bersahabat dengannnya, ia berkata berkata Rasululllah saw. melarang, ....
Dari contoh hadits tersebut, sanad hadits yang bersankutan adalah Abu Dawud → Musaddad → Abu ‘Awanah → Daeud bin Abdillah → Humaid Al-Himyari → Seorang pria → Rasul s.a.w..
2.2. Isnad, Musnid, dan Musnad
Dalam pembahasan sanad, terdapat tiga term yang berkaitan erat dengannnya , yaitu isnad, musnaad, dan musnid.
Isnad, sebagaimana ditulis Mahmud Thohan dalam bukunya, Taisir Mustholah hadits mempunyai dua makna, yang pertama
عزو الحديث الى قائله مسندا
Artinya: Mengasalkan hadits kepada orang yang mengatakannya.
Yang kedua adalah
سلسلة الرجال الموصلة للمتن
Artinya: Silsilah orang-orang yang menghubungkan hadits kepada matan.
Jika kita memperhatikan definisi kedua yang diketengahkan Mahmud Thohan, maka istilah isnad adalah murodif dari sanad.
Musnid, sebagaimana pendapat Jamaluddin Al-Qosimi adalah
أن المسند ((بكسر النون)) هو من يروي الحديث بإسناده سواء كان عنده علم به أو ليس له إلا مجرد روايته
Artinya: Musnid adalah seseorang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik dia mengerti apa yang diriwayatkannya atau tidak.
Berdasarkan definisi Jamaluddin al-Qosimi tentang musnid, maka derajat musnid lebih rendah dari muhaddits, hafid, dan hakim. Karena secara definitif, al-muhadits adalah seseorang yang menyibukan dirinya dengan mempelajari ilmu hadits, baik yang diroyah atau riwayah serta mempunyai pengetahuan mendalam tentang berbagai riwayat dan derajat rawinya. Adapun al-hafid secara definitif memiliki dua arti, yang pertama adalah menurut mayoritas ulama hadits bahwa al-hafid adalah murodif dari al-muhaddits; yang kedua adalah bahwa derajat al-hafid lebih tinggi dari al-muhadddits berdasarkan bahwa pengetahuannnya tentang berbagai thobaqot, tingkatan rawi lebih banyak dari yang tidak diketahuinya. Sedangkan al-hakim menurut sebagaian ulama adalah seseorang yang menguasai mayoritas hadits riwayah dan diroyah.
Adapun definisi musnad secara etimologi adalah isim maful dari sanada yang bermakna menyandarkan sesuatu. Sedangkan secara terminlogi adalah,
المسند: الذي اتصل سنده إلى رسول الله
المسند: كتاب الحديث الذي يرتب الاحاديث على حسب أسماء الصحابة مرفوعة للرسول، ومنه مسند الامام أحمد
Pertama bermakna hadits yang sanadnya bersambung sampai Rasul saw; kedua, berarti nama satu kitab hadits yang ditulis berdasarkan tartib nama-nama para sahabat rawi hadits, seperi kitab Musnad Imam Ahmad.
2.3. Silsilatud Dzahab (tinggi-rendahnya sanad)
Istilah silsilatud dzahab, adalah sebuah istilah yang muncul dari kajian sanad sebuah hadits sahih Rasul saw. Sanad hadits sahih sebagaimana telah kita ketahui bersama-sama adalah terdiri dari beberapa rawi yang dalam kajian ilmu jareh wa ta’dil memiliki derajat yang berbeda-beda dalam derajat kedlobitan dan keadilanya, mulai dari yang berderajat rendah, sedang, dan tinggi. Derajat yang tinggi dari sebuah sanad hadits sahih inilah yang oleh para ulama hadits dinamakan dengan sislsilatud dzahab. Karena itulah dalam istilah hadits shahih, kita mengenal hadits shahih yang muttafaq alaih, disepakati sebagai hadits shahih dan mukhtalaf alaih, hadits yang derajat shahihnya masih diperdebatkan diantara ulama’ hadits.
Kemudian para muhaditsin mengklasifikasikan tingkatan sanad sebuah hadits menjadi tiga bagian, yaitu:
a. As-shohhul Asanid (sanad yang paling sahih)
berdasarkan perbedaan derajat hadits sahih bila ditinjau dari terpenuhinya secara sempurna seluruh syarat-syarat hadts sahih lebih spesifiknya dalam kajian sanadnya, maka Ibnu Sholah menolak adanya kalim istilah ashohhul asanid secara mutlak tanpa di baatasi dengan sifat tertentu, seperti ashohhul asanaid menurut Abu Hurairah r.a. atau dikhusskan pada tempat tertentu, sperti ashahul asanid dari penduduk madinah, atau dikhususkan apada masalah tertentu, ketika akan menilai matan suatu hadits, misalnya ashohhul asanid dalam bab sholat atau yang lainnya.
Namun pendapat Ibnu Sholah ini ditentang oleh segolangan ulama’ ahli hadits yang tetap mempergunakan istilah ashohhul asanid secara mutlak tanpa batasan khusus sebagaimana disebut diatas.
Contoh ashohhul asanid yang mutlak, seperti:
1. Menurut ishaq bin Rowahaih dan Ahmad bin Hambal, yaitu Az-Zuhri dari salim bin ‘Abdillah dari ayahnya (‘Abdillah bin Umar).
2. Menurut ‘Amer bin ‘Ali Al-Falas dan ‘Ali bin Al-madini, yaitu Muhammad bin Sirrin dari Ubaidah dari ‘Ali.
3. Menurut Abu Bakar bin ‘Abi Syaibah, yaitu Az-Zuhri dari Ali bin Husain dari ayahnya dari ‘Ali.
4. Menurut Imam Bukhori, yaitu Malik dari nafi’ dar Ibnu Umar.
5. Menurut Abu Mansur Abdul Qodir bin thohir At-Tamimi, yaitu As-Safi’i dari Malik, dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
Contoh ashohul asanid secara muqoyyad adalah sebagaimana berikut:
1. Menurut sahabat tertentu, yaitu:
a. Umar ibnul Khottob r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-zuhri dari Salim dari salim bin Abdullah bin Umar.
b. Ibnu Umar r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh malik dari Nafi’ dari ibnu Umar.
c. Abu Hurairah r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh Az-zuhri dari Ibnu musyayyab dari Abu Hurairah r.a..
2. Menurut Kota tertentu, yaitu:
a. Kota Mekkah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyain ah dari ‘Amru bin Dinar dari jabir bin Abdullah r.a.
b. Kota Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ismail bin Abi Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairah r.a.
Adapun faedah dari mengetahui derajat hadits sahih bermartabat ashohhul asanid adalah:
a. Ketenangan hati dan kemantapan beramal berdasarkan hadits sahih.
b. Hadits yang harus dipakai pegangan dasr hukum ketika terjadi perbedaan hukum dalam kandungan redaksi hadits yang sama-sama shahih.
b. Ahsanul asanid
Hadits sahih yang derajatnya ahsanu asanid lebih rendah dari yang berderajat ashohhul asanid.
Contoh hadits shohih yang berderajat ahsanul asanid adalah:
1. Az-Zuhri dari ‘Ali bin Husain dari ayahnya dari ‘Ali.
2. Az-Zuhri dari ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah bin mas’ud dari ibnu ‘Abbas dari umar r.a.
3. Ayyub dari Muhammad bin Sirin dari ‘Ubaidah dari ‘Ali r.a.
4. Manshur dari Ibrahim dari ‘Al-Qomah dari Ibnu Mas’ud r.a.
C. Adh’aful asanid
Sebagaimana sebagian ulama’ menolak istilah ashohhul asanid secara mutlak bagi sanad hadits sahih, mereka juga menolak istilah adh’aful asanid secara mutlak tanpa pembatas; baik berupa thobaqot rawi atau suatu tempat.
Contoh rangkaian sanad yang adh’aful asanid, yaitu:
1. Yang muqoyyad, terbatas kepada sahabat:
a. Abu Bakar Ash-Shidiq r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath-thayyib dari Abu Bakar r.a.
b. Ali bin Abu tholib r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh Amru bin Syamir dari Jabir Al-Ju’fi dari Haris Al-A’war dari Ali bin Abu tholib r.a.
2. Yang muqoyyad, dibatasi dengan kependudukan (tempat)
a. Kota Yaman, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Hafsh bin ‘Umar dari Al-hakam bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas r.a.
b. Kota Mesir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammmad bin Al-Hajjaj Ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurrah bin Abdurrrahman dari setiap orang yang memberikan hadits kepadanya.
c. Kota Syam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qois dari Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin zaid dari Al-Qosim dari Abu Umamah r.a.
No comments:
Post a Comment